Pangrango dan Geger Bentang
Puncak Pangrango
Malam itu gw dan rian terus melaju di dinginnya jalanan
puncak disertai rintik hujan yang terus membasahi jaket yang gw kenakan, namun
rasa dingin ini terus merasuki tubuh ini (maklum jaket yang gw pakai tidak
waterproof, jadi ya you know lah yaa..). perjalanan berhenti di warung pecel
untuk mengisi perut ini yang belum terisi sejak siang (gw sengaja gak makan
untuk mengimbangi rian yang sedang menuntaskan nazarnya untuk berpuasa wkwkwk).
Cukup lama kami singgah di warung itu, sekalian menunggu hujan sedikit membaik
dan selagi masih bisa menikmati teh hangat yang disuguhkan si amang. Rupanya benar
terjadi jika manusia jaman sekarang itu tidak bisa hidup tanpa internet,
terlebih kuota kita berdua HABISSS..., ya insting kita berdua setelah mengisi
perut adalah mencari counter untuk mengisi kembali paket internet yang telah
hilang wkwkwk. Setelah hasrat untuk mencari kuota terpenuhi, kami kembali
melanjutkan perjalanan menuju basecamp cibodas.
Vespaku terus kupacu menaiki tanjakan demi tanjakan(sampe
ngempos vespa gw wkwkwk). Dan akhirnya kita sampai juga di cibodas dan gw
langsung parkir saja di depan warung mang IDI sekalian untuk istirahat (FYI,
mang IDI ini adalah salah satu dari sekian banyak warung disini yang
menyediakan tempat beristirahat untuk para pendatang yang baru datang atau pun
ingin pulang). Back to topik, akhirnya gw dan rian pun tepar dengan kondisi
badan basah (beneran dah ini gak enak banget, terlebih angin dan suhu disini tuh
dinginnya..beuuhh... akhirnya karpet yang kita tiduri kita jadikan selimut
wkwkkwkwkwk.
Basecamp mang IDI
Mentari perlahan muncul, kami pun mulai keluar melihat
cuaca sekitar dan puncak yang kami tuju,
yaa... Pangrango. Pagi ini cuaca cukup cerah. Gw dan rian memutuskan untuk
membeli makan untuk bekal makan diatas, kami berdua gak ada yang mau sarapan
wkwkwk.
view gede pangrango from BaseCamp
Jam menunjukkan pukul 06.30, waktunya kita untuk memacu
kaki-kaki ini yang sudah tidak sabar menginjakan kaki diatas sana. Kaki-kaki
ini terus saja berjalan santai sambil sesekali beristirahat. Tak terasa ada
beberapa rombongan dan beberapa pos sudah kami lalui hingga tak terasa sudah
sampa di pos air panas lagi. Pendakian kali ini gunung ini terbilang sangat
sepi, maklum lah ini masih weekday, hal ini berbeda jauh kondisinya jika
dibandingkan dengan saat weekend. Kami kembali melanjutkan perjalanan melewati
air terjun, menaiki tanjakan, motong jalan yang salah wkwkwk, ketemu pihak TN,
dll.
Tak terasa pukul 08.45 kami sampai pos kandang badak, namun
kami memilih untuk kembali melanjutkan perjalanan menuju pangrango. Dari sini
kami ditemui dengan persimpangan ke arah puncak gede dan pangrango, kami
memilih jalur kanan untuk menaiki leher pangrango yg cukup menantang. Pada penjalanan
inilah yang cukup menguras waktu kami, karena jalan menjadi lebih terjal, dan
kita belum SARAPAANNN!!! Perut ini rasanya ingin teriak meminta diisi namun
kami bertekad tidak akan makan sebelum sampai puncak wkwkwkwk. Tanjakan demi
tanjakan kami lalui, track pada GPS HP ini rasanya seperti tidak ada perubahan,
jarak masih cukup jauh, kami pun beristirahat cukup lama. Karena gw bawa
sesachet kopi kapal api + gula, maka itulah yg gw dan rian habisi untuk mengisi
perut tanpa diseduh! Dan kami pun melanjutkan perjalanan. Tanjakan demi
tanjakan terlewati, puncak gede terlihat cerah sekali, karena kondisi cuaca
yang dihawatirkan cepat berubah, kami memutuskan untuk mempercepat laju jalan
kami.
Puncak Pangrango
Dan akhirnya kami pukul 11.00 kami sampai di puncak
PANGRANGO. Beuh, gw langsung buka ransel dan mengeluarkan amunisi untuk mengisi
perut, dan kita sikat habis semua makanan itu. Tak terasa puncak gede sudah
tidak terlihat dari sini, kabut dengan cepat menutupi pandangan kami ke puncak
gede. Setelah asik berfoto di puncak pangrango, kita melanjutkan perjalanan
turun menuju lembah kasih “lembah mandalawangi”.
Mandalawangi
Mandalawangi
Mandalawangi
Petilasan para pendahulu
Tak lama kami berjalan
akhirnya kami sampai di mandalawangi, beeuuhhh, indahnyaaaa, gak bisa di tulis
disini lah pokoknya. Edelweissnya, udaranya, kabutnya, suasananya, lembahnya,
airnya, pokoknya semuanya indah lah.
Kami cukup lama berada disini, si rian sibuk boker, dan gw mencoba
untuk berorientasi medan dengan GPS di HP dengan batrai yang sudah menipis. Kami
habiskan waktu cukup lama disini, foto-foto, rian asik bikin tulisan, ibadah,
tidur-tiduran, dll.
Pukul 13.00 kami melanjutkan perjalanan turun kembali menuju
ke cibodas, karena kami tidak ingin kemalaman dijalan. Terlebih esok hari masih
UTS, iya UTS!! Kita melakukan nanjak saat UTS ini karena hanya saat UTS lah
waktu yg ada. Maklum lah kampus kita
tiap hari disibukkan dengan praktikum dengan sejuta laporannya itu...
Kembali ke jalan yang lurus. Kami memutuskan turun melalui
jalur yang berbeda, yaitu jalur GEGER BENTANG (jangan ditiru ya, apalagi kalau
gak punya pengalaman dan tidak tau cara bernavigasi darat). Kami langsung
disuguhi dengan turunan curam tanpa henti, cukup gila emang jalur ini jika
dibandingkan dengan jalur yang di rekomendasikan oleh TN. Disini kami menemukan
lahan terbuka dangan aliran sumber kehidupan yg sangat jernih. Kami terus
berjalan karena tidak ingin kemaleman dijalan, disepanjang jalan ini
vegetasinya cukup rapat, tidak jarang kami menemui jejak binatang, nepenthes,
dll.
Gw dan rian merasakan hal yang aneh dan janggal dijalur ini (namun
masing-masing dari kami hanya menyipannya dalam hati dan kami baru sadar kalau
mengalami hal yang sama ketika kita
berbicara terus terang begitu sampai bawah wkwkwk). Kami cukup lama untuk terus
menuruni punggungan pangrango ini, hingga akhirnya kami ditemui dengan tanjakan
menuju puncak gegerbentang. Sit men, cukup frustasi kita yang sudah enaknya
menuruni punggungan harus di hadapkan dengan tanjakan lagi. Rian sudah mengeluh
dengan kakinya karena memang dia hanya memakai sepatu running yang biasa ia pakai
kuliah.
Kami terus berjalan, cukup indah sebenarnya pemandangan
lajur ini, kiri kanan jurang terjal, namun sayangnya perjalanan kita ditemani
kabut putih yg membatasi pandangan kita.
Berfoto di Gerger Bentang
Cukup lama kita berjalan akhirnya sampai juga di puncak
gegerbentang. Kami beristirahat dan mengabadikan momen ini kurang lebih 10 lah,
dan kami langsung kembali melanjutkan perjalanan turun ke cibodas.
Cukup curam memang jalur yang kami turuni menuju cibodas
dari gerben ini, sekitar berjalan 1 jam akhirnya kita sampai di perbatasan
kebun dan pintu hutan, tenang rasanya sudah menemui kembali kehidupan. Namun kami
harus menghadapi tanjakan kembali untuk ke basecamp mang IDI karena letaknya
yang beda punggungan.
Pukul 17.30 akhirnya kami sampai, dengan kondisi hujan. Kami
memutuskan untuk beristirahat sejenak, sambil menunggu hujan reda ditemani
dengan indomie rebus, beuuhhh nikmat sekali rasanya.
Hari kini berganti malam, saya pun segera bersiap dengan
ponco dan menyalakan vespaku, dan kamipun segera pulang menuju kampus kembali
karena esok hari masih ada UTS yang harus kami hadapi.
Mau dong kang diajak lewat geger bentang
BalasHapusGaskendong pgn tau lewat gerben hehe
Hapusbelom ada rencana kesana lagi bang hehehe
HapusGerben ajib sih jalurnya, belom lagi kalo ujan
BalasHapus