ber-IBADAH di gunung

BERWUDHU

لَا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلَاةَ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ
"Tidak akan diterima shalat seseorang yang berhadats sehingga dia berwudhu." (Mutaafaq ‘alaih)

Allah memerintahkan kepada hamba nya untuk beribadah dengan kondisi yang terbaik, indah, tenang dan khusyu, karena ibadah adalah interaksi antara kita selaku hambanya dengan allah sang maha pencipta. jadi kalau berkegiatan yang mengganggu ibadah kita lebih baik tinggalkan, hehehe.

Dalam berkegiatan di gunung dan hutan terkadang wudhu menjadi pertimbangan apakah solat kita akan diterima atau tidak, terkadang kita selalu menggunakan kata "darurat" dan "terdesak" yang membuat kita ala kadarnya dalam beribadah sehingga kita menunaikan kewajiban tidak semaksimal mungkin.

Dalam berwudhu, ada enam Fardhu wudhu yang wajib diketahui yaitu :

1. Niat, 
2. Membasuh muka,
3. Membasuh kedua tangan sampai siku,
4. Mengusap sebahagian kepala,
5. Membasuh dua kaki sampai mata kaki,
6. tertib (sesuai urutan).

Mungkin sudah cukup jelas, dan dalam memperaktikannya pun saya kira semua sudah paham, namun bagaimana jika berwudhu tanpa melepas alas kaki, toh kaki kita tidak terkena hadas. cukup dengan mengusap bagian atas sepatu tersebut.

“Aku pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah perjalanan. Aku pun jongkok untuk melepas kedua sepatu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda, ‘Biarkan saja sepatu itu, karena aku memakainya dalam keadaan suci.’ Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam kemudian mengusap kedua sepatu tersebut.” (HR. Bukhari)


  • Khuf menutupi seluruh permukaan kulit dari telapak kaki sampai ke mata kaki.
  • Khuf bersih dari najis.
  • Memakai khuf dalam keadaan suci.
  • Mengusapnya karena hadas kecil, bukan hadas besar.
  • Mengusapnya dalam waktu tertentu yang telah ditetapkan oleh syariat, yaitu sehari semalam untuk orang yang mukim (tidak safar) dan tiga hari tiga malam untuk orang yang safar.
*khuf diatas adalah alas kaki (sepatu)

Dari Shafwan bin ‘Assal, ia berkata,

فَأَمَرَنَا أَنْ نَمْسَحَ عَلَى الْخُفَّيْنِ إِذَا نَحْنُ أَدْخَلْنَاهُمَا عَلَى طُهْرٍ ثَلاَثاً إِذَا سَافَرْنَا وَيَوْماً وَلَيْلَةً إِذَا أَقَمْنَا وَلاَ نَخْلَعَهُمَا مِنْ غَائِطٍ وَلاَ بَوْلٍ وَلاَ نَوْمٍ وَلاَ نَخْلَعَهُمَا إِلاَّ مِنْ جَنَابَةٍ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada kami untuk mengusap khuf yang telah kami kenakan dalam keadaan kami suci sebelumnya. Jangka waktu mengusapnya adalah tiga hari tiga malam jika kami bersafar dan sehari semalam jika kami mukim. Dan kami tidak perlu melepasnya ketika kami buang hajat dan buang air kecil (kencing). Kami tidak mencopotnya selain ketika dalam kondisi junub.”

Dari hadits di atas, disimpulkan bahwa hal-hal yang membatalkan wudhu dengan mengusap khuf yaitu hadas yang mewajibkan mandi, selain itu melepas khuf yang sedang dipakai, dan telah habis batasan waktu bolehnya mengusap khuf.

Setelah kita mengetahui syarat dan hal yang membatalkan wudhu dengan mengusap khuf, berikut cara mengusap khuf.

Setelah berwudhu secara sempurna lalu memakai khuf, kemudian setelah itu jika ingin berwudhu cukup khuf saja yang diusap sebagai ganti dari mencuci (membasuh) kaki.Cara mengusap khuf adalah dengan mengusap bagian atas khuf sekali secara bersamaan dengan kedua tangan, tangan kanan untuk kaki kanan dan tangan kiri untuk kaki kiri.

Jika mencopot khufnya/kaos kakinya setelah mengusapnya, apakah wudhunya batal? Jumhur ulama berpendapat batal wudhunya, meskipun mereka berbeda pendapat, apakah cukup membasuh kakinya atau harus berwudhu dari awal.

Akan tetapi ada sejumlah ulama yang menyatakan tidak batal wudhunya, hanya saja batal kebolehan mengusap khuf. Artinya kalau dia memakai khuf lagi, maka berikutnya dia tidak boleh mengusap khuf ketika berwudhu. Imam Nawawi rahimahullah dalam kitabnya Al-Majmu mengutip perkataan Ibnu Munzir yang mengatakan bahwa sejumlah tabiin berpendapat demikian dan beliau sendiri berkomentar, ‘Ini lebih dipilih dan lebih shahih’ meskipun mazhabnya berpendapat batal. Pendapat inipun dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiah dan sejumlah ulama kontemporer seperti Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin rahimahumullah.

ya begitulah, tergantung kepada kepercayaan kita masing-masing(?)

selagi kita yakin itu suci, insyaallah masih aman lah ya.

Bagaimana jika Air wudhunya begitu dingin?

"Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang dapat menghapus dosa dan mengangkat derajat. Mereka menjawab: ya wahai Rasulalloh. Beliau berkata: Menyempurnakan wudhu ketika masa sulit dan memperbanyak langkah ke masjid serta menunggu sholat satu ke sholat yang lain, karena hal itu adalah ribath." (HR Muslim)

dengan menyempurnakan wudhu ketika masa sulit (air yang begitu dingin) dengan mengharap ridho allah, mungkin dosa kita dapat dihapuskan dan diangkat derajat kita (amin). 

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya umatku akan diseru pada hari kiamat dalam keadaan mereka keluar cahaya (ghurron muhajjaliin) dari anggota-anggota wudhu mereka (seperti wajah, tangan, dan kaki mereka) karena bekas wudhu mereka." (Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata:) Barangsiapa di antara kalian yang mampu memanjangkan cahayanya, maka lakukanlah." (H.R. Bukhari dan Muslim)

namun, jika kita ragu dengan air (dingin) yang (mungkin) akan mengancam keselamatan tubuh kita bagaimana?

kita dapat melakukannya dengan membiasakan diri (seperti) berwudhu dengan air dingin (saat subuh).
tapi itu berbeda dengan kondisi (dingin) di gunung.

dari Syaikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin rahimahullah tentang boleh atau tidaknya bertayammum bila takut air dingin. Beliau rahimahullahmengatakan untuk bersabar dan tetap menggunakan air dingin ini untuk berwudhu dan bersuci dengannya. Bila memiliki alat untuk menghangatkan air tersebut, maka diperbolehkan berwudhu dan bersuci dengan air hangat tadi. Kecuali bila tidak menemukan alat penghangat, sementara takut akan bahaya yang menimpa jika menggunakan air dingin ini, maka boleh bertayammum dan sah sholatnya.

itu jika kita masih memungkinkan menemukan air, bagaimana jika tidak menemukan air(?) 

“Jika kamu tidak menemukan air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih). Usaplah mukamu dan kedua tanganmu dengan tanah itu.” (Qs. al-Maa-idah [5]: 6)

dari ayat ini menjelaskan kita bisa melakukan tayammum tanpa harus menggugurkan kewajiban ber-wudhu.

bagaimana caranya?

“Sebenarnya cukuplah bagimu hanya (melakukan) begini,” yaitu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menepukkan kedua telapak tangannya pada permukaan tanah, kemudian meniup keduanya, lalui Beliau mengusapkan kedua tangannya pada wajah dan kedua telapak tangannya.” (Muttafaqun ‘alaih)

Saat-Saat Bolehnya Bertayammum

  1. Saat tidak mendapatkan air.
    Ketika dalam keadaan mukim (tidak berpergian) ataupun bepergian, seseorang boleh bertayammum dengan syarat ia tidak mendapatkan air dan khawatir kehabisan waktu shalat.
  2. Ketika sakit dan sakitnya tersebut menghalangi dirinya untuk menggunakan air. (Namun, bila seseorang sakit, namun tidak berhalangan menggunakan air, maka dia tidak boleh tayammum).
  3. Saat air yang dimilikinya terbatas dan jika digunakan untuk berwudhu akan membahayakan dirinya (karena bisa mati kehausan).
  4. Saat terhalang dari mengambil air, misalnya karena ada musuh, pencuri, kebakaran dan semacamnya sehingga jika ia menggunakan air akan membahayakan diri, harta dan kehormatannya.
  5. Saat mendapatkan air, namun air tersebut sangat dingin dan membahayakan dirinya dan ia tidak dapat memanaskan air tersebut.
  6. Dalam keadaan junub dan air yang dimilikinya tidak cukup untuk berwudhu atau mandi.
  7. Dalam perjalanan jauh.

Jika hendak ingin solat namun tidak mengetahui kiblat bagaimana?

Jika kita benar-benar tidak tahu kemana arah kiblat yang seharusnya, maka kita diperkenankan (beribadah) sesuai dengan kemampuan kita (bukan ala kadarnya ya...), sekalipun tidak menghadap kiblat.

فَااتَّقُواللَّهَ مَااسْتَطَعْتُمْ

“Maka bertakwalah kepada Allah menurut kesanggupanmu.” (QS. Ath Thagabun: 16)

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al Baqarah: 286)

Sesulit apapun kondisi kalian, jangan lupakan untuk tetap mengingat dan beribadah kepada allah ya...

“Aku diberi lima perkara yang belum pernah diberikan kepada seorang pun sebelumku. Aku diberi kemenangan dengan ditanamkan rasa takut pada diri musuh dalam jarak sebulan perjalanan; seluruh bagian bumi dijadikan tempat sujud dan alat bersuci; siapapun di antara umatku yang menjumpai waktu shallat, maka shalatlah di mana ia berada….” (HR. Bukhari)

~Semoga Bermanfaat~



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Goes to 3428 MDPL

Pangrango dan Geger Bentang

Menyusuri Puncak Salak 1-3-impressa-5-4.