Secret Place of "Ajag's Waterfall"
Suara yang tidak asing di telinga gw. Diluar teman gw sudah
menunggu dengan motor supra-nya, dialah adam tetangga rumah gw.
“Paan bray?” celetuk gw
“jalan yok” kata adam
“gass” jawab gw
Adam dan gw pun memacu motornya ke daerah gunung.
“kemana ya?” kata adam
“curug ajag yuk?” kata gw
“gas lah” jawab adam
Btw kita berdua belum pernah ada yg pernah kesana dan memang
tempat itu jarang dikunjungi oleh banyak orang karena memang akses menuju curug
tersebut cukup ekstrim dan harus melewati undakan sungai. Karena lokasi
tersebut berada di lereng gunung tentu kami pun harus melihat cuaca di daerah
puncak gunung (hulu) apakah mendung atau tidak, karena dikhawatirkan akan
terjadi banjir air bah tiba-tiba dari daerah puncak gunung.
Jalan aspal pun berganti dengan bebatuan khas tambang galian
batu dan pasir di lereng gunung. Sebetulnya kami tidak tau pasti akses menuju
lokasi tersebut, hanya berbekal informasi dari bokap gw yang pernah mengunjungi
curug tersebut sebelumnya. Kenapa curug tersebut disebut curug ajag? Sebenernya
gw juga ga tau pasti nama curug itu tuh apa, hanya saja bokap gw menyebutnya
curug ajag dikarenakan sepanjang jalur menuju curug tersebut sering ditemukan
kotoran ajag (anjing hutan).
Terlihat perkebunan teh dan kopal di punggungan sebelah. Kami
terus menyusuri jalan berbatu yang sesekali menemui villa entah siapa yang
punya di samping jalan. Jalan yang sebelumnya dihiasi perkebunan warga berganti
dengan jalan tanah setapak menuju hutan pinus, hingga akhirnya kami menemui
tanah agak lapang tampak bekas orang nge-camp ditempat tersebut, kami pun
memarkirkan motor di hutan pinus tersebut untuk melanjutkan perjalanan dengan jalan
kaki.
Kami mengikuti jalan setapak dengan hutan yang cukup lebat
khas hutan hujan pegunungan, jalan sepatak ini berada di samping aliran sungai
yang airnya tidak begitu deras bahkan bisa dibilang saat (kering). Jalan setapak
pun mulai menurun ke arah sungai hingga akhirnya kami sampai di aliran sungai
yang kering. Benar saja, jalan setapak ini hilang dan berganti dengan jalur
susur sungai.
“jalurnya ilang dam, nyusurin sungai nih kita? Bener kata
bokap gw” kata gw
“gas lah, penasaran gw” kata adam
“hayu lah, tapi kita liat dulu tuh atas mendung kaga. Gak lucu
kan kalau nama kita muncul di headline surat kabar ditemukan dua mayat hanyut”
kata gw
“hahahaha, lucu coy, pasti jadi bahan tertawaan” kata adam
Ya begitulah kira-kira guyonan gw dan teman gw, emang agak
gesrek dah ni otak.
Kami pun melanjutkan perjalanan dengan menyusuri sungai,
melompat dari batu ke batu. Sungai di gunung beda dengan sungai kalau gw maen
ke sawah, sungai di gunung ya kalau disusurin naik terus, kayak panjat tebing
lah (lebay hahahaha)
Cukup lama kami menyusuri sungai, terkadang kami menemui
aliran pipa untuk mengaliri air ke pemukiman warga dan perkebunan.
“gak salah nih jalan, tuh ada pipa air aliran warga” kata gw
“yoi ji” kata adam
“btw dari tadi kiri kanan kita ini tebing semua, gak aman
juga nih jalur” kata gw
“ya beginilah, pantes aja jarang orang kesini, toh aksesnya
aja susah” kata adam
“pantes ga pernah denger nih curug ya, ga kayak curug di
lereng sebelah yg cukup terkenal” kata gw
Kami terus menyusuri aliran sungai, sesekali kami menemui
anakan sungai yang kalau hujan di daerah hulu pasti bakal jadi air terjun nih.
Hingga akhirnya kami menemui air terjun (engga terjun langsung sih) yang mengundak merununi bebatuan sungai.
Air terjun undakan
Hingga akhirnya kami menemui air terjun (engga terjun langsung sih) yang mengundak merununi bebatuan sungai.
“keren juga nih, jarang gw nemu beginian” kata gw
“iya, biasanya kan airnya terjun dengan kemiringan yang
cukup curam, tapi ini berundak”
“tapi kayaknya diatasnya lagi ada curug lagi dah, soalnya
kata bokap gw curugnya cukup tinggi, ada lah 50 meter mah, bentuknya kayak
benteng” kata gw
“hayu lah kita naik ke atas” kata adam
“lumayan tinggi juga ya, tuh ada batang pohon, kita sandarin
buat naik ke atas curug” kata gw.
Tinggi badan gw saat smp itu terbilang pendek dibanding temen-temen gw, gak kayak sekarang udah 170 keatas wkwkwk...
Tinggi badan gw saat smp itu terbilang pendek dibanding temen-temen gw, gak kayak sekarang udah 170 keatas wkwkwk...
Gw dan adam pun terus
menaiki curug tersebut, beberapa kali menemui anakan air terjun. sangat tidak direkomendasikan sebenernya menaiki air terjun tuh, yang repot sih sebenernya turunnya wkwkwkwk
Hingga akhirnya
kami sampai di curug yang paling tinggi.
Curug Ajag
“beuh, bener tinggi nih curug, kayak benteng batu lagi
bentuknya” kata gw
“iya ji, inimah kalau hujan di hulu gabisa ngehindar kita”
kata adam
Jadi bentuk curug ini tuh tebing batu menjulang tinggi
seperti benteng. Ditempat ini tidak ditemui tempat datar untuk membuat tempat
camp. Dan sangat tidak direkomendasikan mendirikan camp di area ini, karena
berada di aliran sungai yang kita tidak pernah tau jika kondisi di hulu
tiba-tiba hujan deras seperti apa jadinya nih sungai.
Kami pun menikmati curug ini cukup lama, sesekali mengabadikan
beberapa foto. Jaman itu gw jarang banget kalau main ke gunung tuh ngambil
gambar, dulu tuh orientasi gw dan temen-temen ya sekedar menikmati keindahan
alam dan cukup dikenang pada memori pikiran masing-masing.
Setelah cukup menikmati suasana curug ini dan hari pun sudah
mulai gelap, kami pun bergegas pulang untuk menghindari kemalaman di aliran
sungai. Turun menuruni aliran sungai memang cukup berbahaya, jangan sampai
keasikan turun hingga salah mengambil pijakan kaki.
Kami pun kembali menaiki jalan setapak yang sebelumnya kami
lewati hingga kami sampai di hutan pinus tempat kami menyimpan motor dan kami
langsung tancap gas untuk pulang. Pas sekali hari sudah gelap dan suara adzan
maghrib mulai terdengar, beruntung kami sudah di perjalanan pulang dengan
pemandangan lampu kota di bawah sana....
Mantap ji, buat kenang2an dihari nanti wkwk
BalasHapusyomannss
Hapus